Resume Jurnal: Konflik Komunikasi dalam Penyuluhan Pertanian di Kabupaten Maros Provinsi Sulawesi Selatan

Judul Jurnal
Konflik Komunikasi Dalam Penyuluhan Pertanian Di Kabupaten Maros Provinsi Sulawesi Selatan
Judul
Jurnal Ilmu Komunikasi
Volume
Vol. 12 No. 1
Tahun
2014
Penulis
Kartika Ekasari Z, M. Saleh S. Ali, Darmawan Salman, Akhsan dan A. Kasirang
Reviewer
Citra Sekar Satriafi
Tanggal Review
9 September 2018

Pendahuluan

Petani dulunya dalam pembangunan hanya dianggap sebagai objek semata, sehingga dalam langkahnya, petani sangat tergantung pada kebijakan pemerintah dan penyuluh pertanian. Seiring berjalannya waktu, penyuluhan diperbaharui dari sistem transfer teknologi menjadi penyuluhan partisipatif yang menjadikan petani dapat mengelola usahanya secara mandiri dan mampu memilih pilihan yang tepat dari berbagai alternatif. Dalam hal ini, penyuluhan pertanian “memaksa” agar petani turut aktif terjun langsung dalam proses penyuluhan.
Di sisi lain, dengan pesatnya kemajuan teknologi, khususnya di bidang pertanian tidak diimbangi dengan pengaplikasian teknologi di tingkat petani. Salah satu upaya dalam mendorong petani mengadopsi teknologi terbaru adalah dengan metode penyuluhan seperti yang telah dijelaskan diatas. Kesan kurangnya minat petani dalam mengadopsi teknologi ini disebabkan oleh teknologi yang dipaksakan kepada masyarakat tani tanpa adanya usaha dalam mengubah cara berpikir dalam masyarakat tani itu sendiri. Seharusnya, perubahan dan penambahan teknologi diiringi dengan pembimbingan agar mindset dari masyarakat tani tersebut berubah juga.
Salah satu contoh daerah yang penyuluhan pertaniannya cukup berkembang adalah Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Penyelanggaraan penyuluhan pertanian di daerah ini menggunakan berbagai macam pendekatan untuk berbagai program. Semua penyuluhan pertanian yang diadakan bertujuan untuk membantu petani dalam peningkatan usaha taninya. Dengan banyaknya penyuluhan yang diadakan, petani dapat memperoleh keuntungan, namun disaat yang sama apabila penyuluhan tidak terkoordinasi dengan tepat akan menimbulkan kekacauan dan berakhir dengan kerugian. Penyuluhan yang beragam dengan berbagai macam pendekatan menimbulkan kompleksitas di dalamnya.
Kompleksitas di dalam sebuah kelompok dapat menyulut suatu konflik. Meskipun dalam beberapa teori menyatakan bahwa dengan adanya konflik dapat menghasilkan perubahan, namun keberadaan konflik juga selalu diwaspadai dampak negatifnya. Konflik yang timbul salah satunya disebabkan oleh pemahaman yang berbeda mengenai arti dari simbol-simbol yang digunakan dalam berkomunikasi. Selain itu, kepentingan yang berbeda juga merupakan factor terjadinya konflik sosial. Kaitanya dengan kegiatan penyuluhan, kompleksnya interaksi yang terjadi dapat memberikan pemahaman yang berbeda ditambah dengan bumbu ketidak samaan kepentingan yang ada menjadikan proses konflik semakin cepat tumbuh.

Tujuan

Penelitian Kartika Ekasari et al.  ini bertujuan menjelaskan proses sosial antar pelaku pada penyuluhan pertanian berbasis rekayasa sosial dan pembelajaran sosial, memetakan pola komunikasi dalam penyuluhan pertanian, mengidentifikasi bentuk dan sumber konflik komunikasi, dan menganalisis fungsi konflik dalam penyuluhan pertanian berbasis rekayasa sosial dan pembelajaran sosial terhadap keberlanjutan penyelenggaraan penyuluhan pertanian.

Metode Penelitian

Dengan pendekatan kualitatif dan metode studi kasus yang sifatnya perbandingan (Comperative-case Studies) penelitian ini mengumpulkan data dengan cara wawancara dengan informan. Informan yang terlibat dalam penelitian adalah pelaku yang terlibat dalam program FEATI (Farmer Empowerment Through Agricultural Technology and Information) dan PUAP untuk penyuluhan yang berbasis pembelajaran sosial. Pelaku yang terlibat pada penyuluhan pertanian dengan metode sistem Laku pada penggunaan varietas unggul padi sawah untuk penyuluhan berbasis rekayasa sosial. Informan pada tingkat pemerintah dipilih pada tingkat provinsi, kabupaten, kecamatan, dan desa. Informan juga diambil pada tingkat swasta, peneliti, penyuluh, dan petani. Selain itu, diambil juga informan yang tidak terlibat langsung namun dapat memberikan informasi pendukung seperti tokoh masyarakat. Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer berupa data tentang proses sosial, data tentang pola komunikasi, data tentang bentuk konflik, dan data tentang sumber konflik. Sedangkan data sekunder adalah data penunjangyang diperoleh dari kajian pustaka. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data kualitatif.

Hasil dan Pembahasan

Sejatinya, petani memutuskan untuk bergabung ke dalam wadah berupa kelompok tani didorong dengan motivasi bahwa dirinya ingin maju dan berkembang. Pelaku dalam penyelenggaraan penyuluhan pertanian berbasis rekayasa sosial dan berbasis pembelajaran sosial pada dasarnya melakukan interaksi untuk mencapai tujuan bersama, yaitu maju dan berkembang. Dalam prosesnya mencapai tujuan tersebut, terjadi bentuk-bentuk hubungan berupa kerjasama, persaingan, akomodasi, dan konflik.
Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa kerjasama yang terbentuk antar anggota disebabkan keinginan untuk saling belajar dan memahami, didukung dengan kenyataan sosiologis berupa hubungan keluarga, pertetanggan, kedekatan lahan, dan kesamaan pekerjaan. Kepedulian dan kesamaan tujuan serta kepentingan juga menjadikan kelompok kuat serta memperluas jaringan kerjasama antar anggota kelompok. Pemecahan masalah dilakukan dalam bentuk kerjasama dan melalui kebersamaan menghasilkan corak yang harmonis.
Dalam penyelenggaraan penyuluhan pertanian berbasis pembelajaran sosial, persaingan dan konflik lebih banyak bersifat positif yang mana akan meningkatkan solidaritas dan memotivasi untuk maju bagi kedua belah pihak yang bersaing. Berbeda hasilnya dengan penyelenggaraan penyuluhan pertanian yang berbasis rekayasa sosial yang menemukan bahwa interaksi masing-masing pelaku disertai rasa ingin bersaing yang menyebabkan berusaha melemahkan satu sama lain yang berujung pada terjadinya konflik dan berakibat adanya pertikaian dan memperlihatkan sikap permusuhan yang berakhir  dengan tidak mau terlibat dalam kegiatan dalam kelompok.
Pola komunikasi yang terjadi pada pendekatan penyuluhan pertanian berbasis pembelajaran sosial merupakan pola komunikasi dua arah yang menjadikan petani bukan hanya menjadi penerima informasi tapi juga dijadikan sebagai sumber informasi. Model penyuluhan ini dinilai efektif jika ditilik dari kondisi penyuluh pertanian yang terkadang masih hanya memiliki setengah dari pengetahuan yang diperlukan petani. Setengah pengetahuan lainnya dapat berasal dari petani lain yang diperoleh dari pengalaman pribadi. Pengetahuan milik petani dengan penyuluh perlu disatukan agar dapat mengembangkan sistem usahatani yang paling efektif dan sesuai dengan petani dan keluarganya. Berbeda dengan penyuluhan pertanian berbasis rekayasa sosial yang menjadikan penyuluh sebagai pemanjangan tangan dari pemerintah. Artinya, dalam hal ini satu-satunya pilihan petani adalah mempercayai apa yang diutarakan oleh penyuluh.
Konflik dalam kehidupan bermasyarakat merupakan sesuatu yang wajar, hal ini dapat terjadi karena adanya perbedaan nilai, persepsi, kebiasaan, dan kepentingan dari berbagai pihak. Konflik di sisi positifnya menjadi bagian penting dalam terwujudnya perubahan sosial. Sedangkan di sisi negatifnya, konflik menjadi resiko tersendiri bagi masyarakat, misalnya terjadinya disharmonisasi sosial.
Dalam penyelenggaran penyuluhan pertanian berbasis pembelajaran sosial maupun berbasis rekayasa sosial juga dapat dipandang dari sisi positif dan sisi negatif. Salah satu contoh benih konflik yang dipaparkan dalam penelitian ini adalah kurang puasnya petani dengan perhatian penyuluh yang menjadikan petani membentuk kelompok kecil gabungan dari petani-petani yang juga kurang puas dengan perhatian penyuluh dan menyebabkan petani tersebut berusaha sendiri mencari informasi dan pengetahuan yang berguna untuk meningkatkan usahataninya.
Dampak positif dari konflik terjadi ketika terdapat perbedaan presepsi diantara kelompok dengan di luar kelompoknya yang menyebabkan terjadinya peningkatan sikap positif terhadap kelompok dengan meningkatnya solidaritas internal. Dampak positif lain terlihat pada bertambahnya kekompakan dan komitmen dalam kelompok serta munculnya kepemimpinan yang bersifat agresif. Untuk mencegah konflik menjadi perpecahan adalah dengan adanya pihak penengah yang berusaha untuk menengahi dan menyelesaikan permasalahan yang timbul. Selain itu, diperlukan rasa saling pengertian dan menghormati dalam bentuk kerjasama baik di dalam maupun di luar kelompok.

Kesimpulan

Kerja sama sebagai salah satu bentuk dari proses sosial umumnya dilakukan karena adanya kepentingan yang sama di antara pelaku yang terlibat. Apabila keadaan terjadi sebaliknya, maka akan timbul konflik yang akhirnya menyebabkan persaingan. Dalam penyelenggaraan penyuluhan pertanian berbasis rekayasa sosial, kerjasama hanya terlihat sebagai kerjasama artificial. Sedangkan pada penyelenggaraan penyuluhan pertanian berbasis pembelajaran sosial terlihat bahwa proses kerjasama terjadi karena adanya kepentingan yang sama khususnya dalam hal eksplorasi dan penambahan pengetahuan.
Salah satu factor pendorong terjadinya penemuan-penemuan baru dan salah satu syarat terbangunnya solidaritas di dalam kelompok adalah komunikasi. Pada penyelenggaraan penyuluhan pertanian berbasis rekayasa sosial model komunikasi yang lebih banyak digunakan adalah komunikasi linier atau satu arah yang tidak memberikan kesempatan bagi setiap pelaku untuk mencari dan memperkenalkan inovasi yang ditemukan sendiri. Sedangkan pada penyelenggaraan penyuluhan pertanian berbasis pembelajaran sosial lebih banyak menggunaka model komunikasi partisipatif dimana setiap pelaku bebas untuk mencari, menemukan, dan mengkomunikasikan inovasi yang berasal dari petani.
Konflik secara internal dan eksternal dalam penyuluhan pertanian umum terjadi karena adanya perbedaan kepentingan dan perbedaan pemahaman antar pelaku yang terlibat dalam kegiatan tersebut. Konflik yang muncul pada penyelenggaraan penyuluhan pertanian berbasis rekayasa sosial cenderung dihindari atau dibiarkan tersembunyi sehingga sulit untuk diangkat ke permukaan, sehingga lama kelamaan dapat meledak dan mengakibatkan pada penurunan solidaritas kelompok. Sedangkan konflik yang muncul pada penyelenggaraan penyuluhan pertanian berbasis pembelajaran sosial dikelola dan dijadikan sebagai pendorong bagi setiap pelaku untuk lebih mandiri dan menjadikan pelaku lebih bersungguh-sungguh dalam meningkatkan kemampuan mereka.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa penerapan sistem penyuluhan pertanian yang berbasis pada pembelajaran sosial lebih banyak menunjukkan sisi positif bagi petani dan penyuluh. Penyuluhan pertanian berbasis pembelajaran sosial secara khusus dapat memupuk kemandirian petani. Hal ini sesuai dengan apa yang diharapkan oleh penyuluh dan pemerintah kepada petani. Oleh karena itu, sistem penyuluhan pertanian berbasis pembelajaran sosial hendaknya dapat dilakukan oleh penyuluh.

Daftar Pustaka

Ekasari, Kartika Z., et al . 2014. Konflik Komunikasi dalam Penyuluhan Pertanian di Kabupaten                      Maros Provinsi Sulawesi Selatan. Jurnal Ilmu Komunikasi. Volume 12 Nomor 1. 85-97.


Link jurnal yang direview

Reviewer: Citra Sekar Satriafi (15315/Golongan A4)

Komentar

  1. Titi Apsari (17/409553/PN/14941)
    Wah ternyata dunia penyuluhan sangat complicated ya, ada banyak hal yang hrs dipikirkan dan diselaraskan. Penyuluh terlebih PPL harus mampu menguasai ilmu pertanian baik secara materi maupun praktek, penyuluh juga harus pandai bergaul dengan masyarakat, menjadi pemimpin, teman, dan fasilitator. Lengkap deh kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang penyuluh. Good:)

    BalasHapus
  2. Aji pangayoman (17/414732/PN/15313)
    Mengingat panjangnya sejarah penyuluhan pertanian di Indonesia dari zaman penjajahan belanda sampai sekarang ternyata masih banyak yang perlu dibenahi terkait kegiatan penyuluhan di Indonesia. Seharusnya pemerintah indonesia harus belajar dari sejarah dan tetap giat meningkatkan mutu dari sistem penyuluhan di Indonesia menuju yang lebih baik lagi. sejarah harus dijadikan acuan untuk merefleksi diri agar tidak terjadi kesalahan yang sama maupun kesalahan yang baru.

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Alat peraga poster Hidroponik

ALAT PERAGA "FOLDER" KELOMPOK 1

FOLDER SISTEM TANAM JAJAR LEGOWO (Kelompok 2)