MODEL PENGUATAN KAPASITAS KELEMBAGAAN PENYULUH PERTANIAN
DALAM MENINGKATKAN KINERJA USAHATANI MELALUI TRANSACTION COST
Nama : Krisdyanti sitanggang
Nim : 16/394296/PN /14535
Nim : 16/394296/PN /14535
Penyediaan pangan dan gizi, menjadi
perhatian bagi kelangsungan hidup sekitar 854 juta penduduk dunia yang tersebar
di negara-negara berkembang (termasuk Indonesia) sebanyak 820 juta; di
negara-negara maju 9 juta; dan di negara-negara transisi 25 juta (laporan Food
and Agriculture Organisation, 2007). Kekurangan pangan dapat dilihat pada
ketersediaan stok pangan dunia dalam dasawarsa terakhir. Ketersediaan stok
pangan mengalami penurunan. 14 Jurnal Ekonomi Pembangunan Volume 11, Nomor 1,
Juni 2010: 13-29 Persediaan pangan tahun 1999 dapat memenuhi 116 hari kebutuhan
dunia, namun dalam tahun 2006 terhitung hanya cukup untuk 57 hari. Jenis
kebutuhan pokok beras misalnya, situasinya lebih mengkhawatirkan, di mana
kebutuhan beras secara global pada tahun 2025, diperkirakan mencapai 800 juta
ton, tetapi kemampuan produksinya, kurang dari 600 juta ton per tahun.
Kebutuhan pangan dunia lebih besar dibanding kemampuan produksi pangan,
menjadikan harga-harga ragam bahan pangan makin sulit dijangkau masyarakat.
Indonesia sebagai negara berkembang, patut mencermati keadaan pangan di tingkat
global, terlebih masalah ketahanan pangan nasional yang kini diambang posisi
rawan.
Pembangunan sistem ketahanan pangan pada
hakekatnya merupakan pembangunan yang menitikberatkan pada harmonisasi dari
beberapa subsistem yang meliputi subsistem sarana sumberdaya, ketersediaan
pangan, distribusi, konsumsi pangan, kewaspadaan dan penganeka-ragaman pangan,
serta subsistem agribisnis pangan (Susilowati et al., 2005; 2006). Pembangunan
subsistem sarana sumberdaya mencakup perencanaan dan pengaturan pembinaan
teknologi, sarana produksi dan permodalan serta pengembangan dalam kelembagaan
tani. Pembangunan dalam subsistem ketersediaan pangan mencakup penyelenggaraan
produksi cadangan pangan serta menanggulangi gejolak harga pangan. Pembangunan
subsistem distribusi mencakup penyiapan bahan, koordinasi, pemantauan,
pengendalian, distribusi pangan serta mengembangkan sarana prasarana
distribusi, memantau dan mengevaluasi pengadaan dan cadangan pangan Salah satu
penyebab kerawanan pangan terutama adalah dari aspek produksinya yang relatif
berfluktuatif. Memang banyak faktor yang akan dapat menyebabkan produksi
tanaman pangan (di Jawa Tengah) tidak aman seperti adanya kelangkaan dan
ketidaktepatan penggunaan input dan teknik produksi usahatani. Hal ini diduga
karena kurangnya kegiatan penyuluhan pada sektor pertanian sejak satu dekade
lalu. Dengan demikian maka ketahanan pangan menjadi isu penting yang harus
ditangani dan dicarikan solusi pemecahannya. Ini penting mengingat pangan
merupakan kebutuhan pokok yang harus tersedia secara berkesinambungan,
terdistribusi secara merata, terjangkau masyarakat dengan mutu yang baik dan
sekaligus produk pangan dengan nilai tambah yang dapat meningkatkan pendapatan
petani produsen pangan. Untuk itu kajian tentang pengembangan kapasitas tanam an pangan dan agribisnis sebagai sektor
unggulan dalam rangka ketahanan pangan daerah perlu dilakukan.
Peranan penyuluh pertanian sebagai
fasilitator, motivator dan pendukung gerak usaha petani merupakan titik sentral
dalam memberikan penyuluhan kepada petani, berkaitan dengan pengelolaan
usahatani yang berkesinambungan dan ramah lingkungan. Kesalahan dalam
memberikan penyuluhan kepada petani nantinya akan menimbulkan dampak negatif
yang dapat membahayakan lingkungan. Pada prinsipnya proses penyelenggaraan
penyuluhan pertanian dapat berjalan dengan baik dan benar apabila didukung
dengan tenaga penyuluh yang profesional, kelembagaan penyuluhan yang handal,
materi penyuluhan yang berkelanjutan, sistem penyelenggaraan penyuluhan yang
benar serta metode penyuluhan yang tepat dan manajemen penyuluhan yang sinergi.
Dengan demikian maka penyuluhan pertanian sangat penting artinya dalam
memberikan modal bagi petani dan keluarganya. Sehingga pada saat itulah akan
terbentuk kapasitas kemampuan untuk dalam menolong dirinya sendiri dalam
mencapai tujuan, memperbaiki kesejahteraan hidup petani dan keluarganya, tanpa
harus merusak lingkungan sekitarnya.
Biaya transaksi kegiatan penyuluhan dalam
penelitian ini juga dihitung berdasarkan biaya yang dikeluarkan pemerintah
untuk membiayai kegiatan penyuluhan. Sumber pembiayaan kegiatan penyuluhan
berasal dari dana APBN, APBD provinsi, APBD kabupaten/kota, maupun
sumber-sumber lain yang sah dan tidak mengikat. Dana APBN disalurkan melalui
dana dekonsentrasi sebagai insentif bagi percepatan implementasi UU No. 16
Tahun 2006 tentang SP3K di tingkat provinsi maupun kabupaten. Pengalokasian
dana dekonsentrasi ini berhubungan dengan bagaimana kelembagaan penyuluhan di
daerah tersebut (P4BPSDM Deptan, 2008). Kelembagaan penyuluhan di tingkat
provinsi telah berbentuk Bakorluh berdasarkan Perda Provinsi Jawa Tengah No 10
Tahun 2008 tanggal 8 Juni 2008. Adapun kelembagaan penyuluhan di tingkat
kabupaten/kota masih beragam. Berdasarkan data Bakorluh Jateng, per Januari
2009, kabupaten yang telah membentuk Bappeluh dengan Perda jumlahnya mencapai
10 kabupaten, yaitu Magelang, Karanganyar, Rembang, Sragen, Purworejo,
Banyumas, Cilacap, Purbalingga, Batang dan Temanggung. Kelembagaan penyuluhan
di dua puluh empat kabupaten/kota lainnya berbentuk Raperda/Peraturan
Bupati/Walikota maupun kesanggupan dan khusus Kota Surakarta tidak memiliki
penyuluh PNS. Sejak tahun 2008, kebijakan pembiayaan program RPP melalui dana
dekonsentrasi diimplementasikan dengan ketentuan sebagai berikut: (1)
Kabupaten/kota yang telah membentuk kelembagaan penyuluhan sesuai dengan amanah
UU No. 16 Tahun 2006 mendapat insentif berupa dukungan dana dekonsentrasi untuk
kegiatan-kegiatan: (a) penyebaran informasi penyuluhan pertanian untuk
penyuluh; (b) Biaya Operasional Penyuluh Pertanian PNS (BOP); (c) pengembangan
Balai Penyuluhan Kecamatan Model; (d) penyebaran perangkat media informasi di
Balai Penyuluhan Kecamatan; (e) pengawalan dan pendampingan Tenaga Harian
Lepas-Tenaga Bantu (THL-TB PP) Penyuluh Pertanian; (f) penunjang perencanaan
(administrasi, koordinasi, konsultasi); serta (g) pengawalan dan pendampingan
(monitoring dan evaluasi); (2) Kabupaten/kota yang belum membentuk kelembagaan
penyuluhan sesuai dengan amanah UU No. 16 Tahun 2006 tidak mendapat biaya
pengembangan Balai Penyuluhan Kecamatan Model dan penyebaran perangkat media
informasi di BPP; (3) Kabupaten/kota yang menjadi lokasi P3TIP/FEATI memperoleh
dukungan dana dekonsentrasi sebagai berikut: (a) BOP bagi penyuluh pertanian
PNS; (b) penyebaran informasi penyuluhan pertanian untuk penyuluh; (c)
penunjang perencanaan (administrasi, koordinasi, konsultasi); (d) pengawalan
dan pendampingan (monitoring dan evaluasi); serta (e) pengawalan dan
pendampingan Tenaga Harian Lepas-Tenaga Bantu (THL-TB) Penyuluh Pertanian; (4)
Pengalokasian dana tersebut berprinsip pada sinergitas antara Pemerintah Pusat,
Provinsi dan Kabupaten/Kota dan antara berbagai sumber pembiayaan yang
tersedia, baik APBN, APBD provinsi dan kabupaten/kota, maupun sumber-sumber
lain yang sah dan tidak mengikat;
Dari hasil telaah kinerja penyuluhan bahwa presepsi responden terhadap kinerja
penyuluh pertanian untuk komoditas kedelai (Grobogan) dan Padi (Klaten)
tergolong sedang. Hal ini terjadi karena penyuluh sudah terbiasa memberikan
penyuluhan untuk komoditas tanaman pangan pada saat orde baru, sedangkan di
Kabupaten Magelang kinerja penyuluh pertanian rendah karena penyuluhan pada
komoditas hortikultura, khususnya sayuran tergolong baru; Biaya transaksi
penyuluhan adalah biaya yang dibutuhkan untuk perencanaan, pelaksanaan dan
pengembangan kelembagaan penyuluhan. Untuk mengevaluasi potensi setiap model
kelembagaan penyuluhan, maka dilakukan perbandingan antara biaya transaksi
penyuluhan kelembagaan sentralisasi (periode tahun 1995–1998) dengan
kelembagaan desentralisasi (periode tahun 2006–2009). Biaya transaksi
penyuluhan meliputi biaya informasi, biaya penetapan keputusan dan biaya
operasional. Biaya transaksi dihitung berdasarkan waktu yang dicurahkan
penyuluh.Curahan waktu penyuluh dalam melaksanakan kegiatan penyuluhan dan
operasional kelembagaan pada model kelembagaan sentralisasi secara umum lebih
rendah dibandingkan pada model kelembagaan desentralisasi. Sebaliknya pada
aktivitas monitoring dan evaluasi kegiatan penyuluhan curahan waktu penyuluh
lebih tinggi. Model kelembagaan desentralisasi menuntut keahlian penyuluh yang
bersifat polivalen. Jumlah penyuluh ideal menurut Deptan (2008) adalah one
village one extension, artinya: jumlah penyuluh harus seimbang dengan jumlah
desa yang ada. Dengan demikian, biaya transaksi untuk biaya operasional di
provinsi Jawa Tengah menurut skenario peneliti adalah: Rp2.143.250.000,-/bulan.
Angka tersebut diperoleh dari BOP (Rp250.000) dikalikan dengan jumlah desa
(8573).
Sucihatiningsih DWP 1 dan Waridin 2 1 Fakultas Ekonomi
Universitas Negeri Semarang Kampus Sekaran Gunung Pati Semarang 50229 Jawa
Tengah Telepon 024-7499757 2 Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro Semarang
Jalan Erlangga Tengah Nomor 17 Semarang Telepon 024-8453657
Nama : Rosa Ophelia Boru Tambunan
BalasHapusNIM : 17/414746/PN/15327
Golongan : A4
Kelompok : III
a. Adakah nilai penyuluhan
• Sumber Teknologi / ide
Terdapat ide yang dipaparkan melalui artikel ini, yaitu penguatan kapasitas kegiatan penyuluhan pertanian melalui pengadaan transaction cost atau biaya transaksi kegiatan penyuluhan agar kegiatan penyuluhan dapat berjalan sesuai yang direncanakan dan diharapkan.
• Sasaran
Terdapat sasaran yang dipaparkan melalui artikel ini, yaitu para petani. Dengan adanya biaya transaksi, kegiatan penyuluhan akan lebih terarah, menggunakan tenaga penyuluh pertanian yang professional dan berpengalaman pada bidangnya, serta dapat membantu para petani (fungsi penyuluh pertanian sebagai fasilitator).
• Manfaat
Terdapat manfaat dari ide yang telah dipaparkan melalui artikel ini, yaitu adanya penyuluhan pertanian akan memberi modal bagi petani dan keluarganya sehingga terbentuk kapasitas kemampuan para petani yang dapat membawa kesejahteraan bagi para petani tanpa merusak lingkungan sekitar.
• Nilai Pendidikan
Terdapat nilai pendidikan yang dipaparkan melalui artikel ini, yaitu adanya kegiatan penyuluh pertanian akan menambah wawasan dan kapasitas pengembangan para petani.
b. Sebutkan dan Jelaskan nilai berita yang terkandung dalam artikel
• Importance
Sesuai dengan kebutuhan petani untuk mendapatkan bantuan modal dan wawasan dari tenaga penyuluh pertanian yang andal, penyuluhan secara berkelanjutan, dan metode penyuluhan yang tepat bagi para petani.
• Proximity
Pesan yang disampaikan melalui artikel ini dekat dengan petani karena membahas terkait strategi pengadaan biaya transaksi penyuluhan demi kelancaran serta keberlangsungan kegiatan penyuluhan.
• Development
Pesan yang disampaikan melalui artikel ini berkaitan dengan kelancaran kegiatan penyuluhan pertanian yang akan berdampak pada peningkatan kesejahteraan para petani sehingga akan mempengaruhi pembangunan pertanian serta perkembangan perekonomian