Resume Jurnal : Persepsi Petani tentang Peranan Penyuluh dalam Peningkatan Produksi Padi di Kecamatan Tabir Kabupaten Merangin Provinsi Jambi
Judul :
Persepsi Petani tentang Peranan
Penyuluh dalam Peningkatan Produksi Padi
di
Kecamatan Tabir Kabupaten Merangin Provinsi Jambi
Volume : Vol. 14 No. 1
Tahun :
2018
Penulis :
Padillah, Ninuk Purnaningsih dan Dwi Sadono
Reviewer : Nur Lailatul Azizah
Persepsi Petani tentang Peranan
Penyuluh dalam Peningkatan Produksi Padi di Kecamatan Tabir Kabupaten Merangin
Provinsi Jambi
Dari
data Kementan tahun 2016 produksi padi nasional pada tahun 2015 sejumlah 75,55
juta ton gabah kering giling, sementara jumlah penduduk Indonesia sebesar
255,46 juta jiwa berdasarkan data BPS tahun 2014 dengan konsumsi beras sebanyak
114 kg/orang pertahun perkapita menurut data BPS tahun 2014. Jumlah tersebut
telah mencukupi untuk memenuhi kebutuhan konsumsi pangan masyarakat di
Indonesia, namun karena infrastruktur yang tidak merata dan sulitnya akses
untuk mencapai daerah-daerah terpencil menyebabkan distribusi antar daerah
belum merata juga. Oleh sebab itu perlu adanya upaya untuk peningkatan produksi
dan produktivitas padi di setiap daerah yang salah satunya dilaksanakan di
Kabupaten Merangin Provinsi Jambi.
Upaya peningkatan produksi dan produktivitas padi di Kabupaten Merangin Provinsi Jambi
dapat dilakukan melalui usaha penyuluhan dan komunikasi pertanian. Jumlah penyuluh di Kabupaten
Merangin saat ini berjumlah 167 penyuluh pertanian, yang terdiri dari 119
penyuluh PNS dan 48 penyuluh THL-TBPP (Tenaga Harian Lepas Tenaga Bantu
Penyuluh Pertanian). Penyuluh di dalam kegiatan penyuluhan merupakan faktor
pelancar pembangunan (Mosher, 1978). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian
Riana et al. Pada tahun 2015 bahwa
peranan penyuluh selain berperan dalam membantu peningkatan produksi dan
produktivitas kakao juga sebagai pemberi motivasi, dukungan dan membantu petani
dalam memecahkan masalah. Dalam UU RI No. 16 tahun 2006 telah dijelaskan bahwa fungsi
penyuluh pertanian ialah sebagai fasilitator kegiatan pembelajaran, mempermudah
akses informasi dan teknologi, pengembangan kemampuan kepemimpinan, menumbuhkan
kesadaran terhadap kelestarian fungsi lingkungan hidup dan mengembangkan
organisasinya sehingga memiliki daya saing. Penanggungjawab kegiatan penyuluhan
pada sektor pertanian tanaman pangan di Kabupaten Merangin adalah Badan
Pelaksana Penyuluhan, Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BP4K) yang kini sudah
bergabung dengan Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura sejak tanggal
1 Januari 2017.
Berdasarkan data BPS Kabupaten Merangin tahun 2016 penduduk
di Kecamatan Tabir berjumlah 29.446 jiwa. Terdapat 14.800 jiwa penduduk
laki-laki dan 14.646 penduduk perempuan. Jarak tempuh Kecamatan Tabir dengan
ibukota kabupaten yaitu 35 km. Komoditi yang diusahakan oleh masyarakat di
Kecamatan Tabir terdiri dari komoditi tanaman pangan, hortikultura, dan
perkebunan rakyat. Komoditi tanaman pangan pada tahun 2014 terdiri dari padi
sawah seluas 1.810 hektar, padi gogo seluas 364,7 hektar, jagung seluas 34,5
hektar, dan kedelai seluas 30,9 hektar (Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD)
Pertanian Kecamatan Tabir, 2014). Wilayah kerja UPTD Pertanian Kecamatan Tabir meliputi wilayah kerja
Kecamatan Tabir yang beribukota di Kelurahan Pasar Rantau Panjang dan Kecamatan
Tabir Ulu yang beribukota di Desa Rantau Limau Manis. UPTD Kecamatan Tabir memiliki
luas wilayah sebesar 25.819 hektar dan secara geografis terletak pada titik
koordinat 01°50’28,4” dan 102°18’02,2”.
Ketenagakerjaan penyuluh di
UPTD Pertanian wilayah kerja Kecamatan Tabir terdapat 16 penyuluh, terdiri
dari: penyuluh PNS/CPNS pertanian sebanyak 9 orang yang yaitu 7 orang penyuluh
pertanian, 1 orang penyuluh perikanan, dan 1 orang penyuluh kehutanan. Penyuluh
THL-TBPP sebanyak 1 orang, penyuluh honorer daerah 1 orang, dan penyuluh
swadaya 5 orang yaitu membantu penyuluh pertanian. Kelembagaan petani yang tercatat
pada UPTD Pertanian wilayah kerja Kecamatan Tabir pada tahun 2014 adalah 71
kelompoktani dengan tingkat kemampuan sebanyak 12 kelompok golongan BDK (Belum
Dikukuhkan), 17 kelompok golongan pemula, 30 kelompok golongan lanjut, 12
kelompok golongan madya kemudian terdapat 11 Gapoktan (Gabungan Kelompoktani),
1 Pokdakan (Kelompok Pembudidaya Ikan), 11 Posluhdes (Pos Penyuluh
Desa/Kelurahan), 11 KTNA (Kelompoktani Nelayan Andalan) dan 1 Pos IPAH
(Informasi Pelayanan Agen Hayati) (UPTD Pertanian Kecamatan Tabir, 2014).
Umur
responden sebagian besar berada pada kategori muda (45,65 %) dan diikuti pada
kategori dewasa (42,39 %) yang berada antara 27-72 tahun. Menurut BPS tahun
2016 sebagian usia tersebut yaitu antara 27-64 tahun merupakan usia produktif.
Dari segi kesehatan dan kemampuan bekerja responden dengan usia produktif
mempunyai kemampuan bekerja dan beraktivitas yang lebih tinggi dibandingkan
dengan yang sudah tidak produktif. Tingkat pendidikan formal responden dalam
penelitian ini yang rendah mulai dari tidak sekolah hingga hanya kelas 5 SD,
sementara tingkat pendidikan yang tergolong tinggi mencapai perguruan tinggi
yaitu hingga Strata 1. Tingkat pendidikan formal responden sebagian besar berada
pada kategori sedang sebanyak 56,52 %.
Jumlah
tanggungan keluarga dalam penelitian ini berkisar antara 1-13 orang. Jumlah
tanggungan keluarga responden terbesar berada pada kategori sedikit sebesar
78,26 %, namun tanggungan yang dimiliki (anak) masih bersekolah sehingga masih
memerlukan biaya dan belum dapat membantu dalam kegiatan usahatani padi sawah.
Pengalaman ber-usaha tani responden berada antara 3-37 tahun, persentase
terbesar berada pada kategori lama yakni sebesar 48,91 % dan diikuti pada
kategori muda sebesar 43,48 %. Status kepemilikan lahan sebagian besar berada
pada kategori milik sendiri sebesar 71,73 % dengan rata-rata luas lahan satu
hektar. Pemilik tanah dengan status milik sendiri mempunyai pengawasan yang
lebih lengkap atas pelaksanaan usaha taninya, bila dibandingkan dengan petani
yang status lahannya bagi hasil. Para pemilik dapat membuat keputusan untuk
mengadopsi inovasi sesuai dengan keinginannya. Luas lahan responden berkisar
antara 0,25 hektar hingga 5 hektar. Luas penguasaan lahan terbanyak berada pada
kategori sempit yakni sebesar 93,48 % yang luasnya berkisar antara 0,25 hektar
hingga 1 hektar.
Tingkat
pengetahuan petani tentang peranan penyuluh yang sesuai dengan petunjuk
pelaksanaan kegiatan program Upsus Pajale terbesar berada pada kategori rendah
sebesar 64,13 %. Hal ini disebabkan oleh rata-rata petani yang dibina oleh
penyuluh masih belum mengetahui keseluruhan tugas dan fungsi sebenarnya dari
seorang penyuluh di dalam program Upsus Pajale. Sebagian besar responden
menganggap bahwa tugas dan fungsi penyuluh hanya membantu di dalam kegiatan
budidaya padi sawah, serta membantu mereka ketika mempunyai masalah dan
mencarikan solusinya karena penyuluh dianggap seseorang yang dapat langsung
berkomunikasi dengan pihak pemerintah dalam hal ini UPTD Pertanian. Hal ini
menunjukkan bahwa peranan penyuluh di dalam peningkatan produksi padi sudah
cukup berperan dan sudah menjalankan peranannya sesuai dengan tugas pokok dan
fungsinya di dalam program Upsus Pajale. Namun petani masih beranggapan bahwa
penyuluh dalam berkomunikasi masih dalam pendekatan individu yaitu dengan ketua
kelompok dan pengurus saja, sehingga masih banyak informasi-informasi yang
tidak sampai kepada anggota kelompok tani.
Peranan
penyuluh di dalam suatu program sangat berperan penting guna sebagai jembatan
penghubung antara pemerintah serta menyampaikan umpan balik dari masyarakat
yang bertujuan membantu masyarakat memperbaiki mutu hidup dan kesejahteraannya.
Keberhasilan suatu program tidak akan tercapai dengan baik tanpa persepsi
positif dari petani terhadap peranan penyuluh dan partisipasi aktif dari petani
itu sendiri. Peranan dari seorang penyuluh dapat dinilai oleh petani melalui
persepsi petani binaan penyuluh tersebut dan persepsi tentunya dipengaruhi oleh
berbagai faktor seperti karakteristik petani (umur, tingkat pendidikan formal,
jumlah tanggungan keluarga, lama berusahatani, luas penguasaan lahan, status
penguasaan lahan, dan tingkat pengetahuan petani tentang peranan penyuluh) dan
interaksi petani dengan penyuluh dan kelompok (intensitas interaksi petani
dengan penyuluh, dan keterlibatan dalam kelompok tani).
Menurut Mardikanto (1993) petani yang menguasai lahan sawah
yang luas akan memperoleh produksi yang besar dan begitu pula sebaliknya. Hal
ini sejalan dengan hasil penelitian dari Pambudy pada tahun 1999 bahwa perilaku
dalam berwirausaha atau berusahatani sangat berhubungan dengan besaran lahan
yang dimiliki atau digunakan. Tingkat persepsi petani tentang peranan penyuluh
dalam peningkatan produksi padi secara parsial dipengaruhi positif langsung
oleh intensitas interaksi petani dengan penyuluh adalah sebesar 0,247. Hal
tersebut dikarenakan interaksi dengan penyuluh merupakan suatu hubungan yang
kemudian terjalin komunikasi untuk saling bertukar informasi antara petani dan
penyuluh.
Petani pada prinsipnya harus diposisikan sebagai subyek atau
aktor utama karena sebagai penerima manfaat dari program Upsus Pajale. Oleh
karena itu perlu dilakukan penelitian tentang persepsi petani tentang peranan
penyuluh dalam peningkatan produksi padi. Persepsi petani tentang peranan
penyuluh dalam perencanaan Gerakan Penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu
(GP-PTT), pelaksanakan GP-PTT, dan Percepatan Optimalsiasi Lahan (POL) berada
pada kategori sedang yang berarti penyuluh sudah cukup berperan, sedangkan
dalam Rehabilitasi Jaringan Irigasi Tersier (RJIT) dan Penambahan Areal Tanam
(PAT) berada pada kategori rendah yang berarti penyuluh masih kurang berperan,
hal ini karena pada aspek RJIT tersebut adalah tugas dari Babinsa serta P3A
(Perkumpulan Petani Pengguna Air) dan pada aspek PAT adalah tugas dari Babinsa.
Faktor yang berpengaruh positif secara langsung terhadap
tingkat persepsi petani tentang peranan penyuluh dalam peningkatan produksi
padi adalah luas penguasaan lahan dan intensitas interaksi petani dengan
penyuluh. Hal tersebut karena dengan memiliki lahan yang luas membuat petani
lebih aktif dan ingin memanfaatkan lahannya dengan sebaik mungkin, dan hal
tersebut juga yang membuat petani lebih sering berinteraksi dengan penyuluh
sehingga petani memiliki persepsi yang baik tentang peranan penyuluh di dalam
peningkatan produksi padi.
Salwa Raihana (15/378304/PN/14110)
BalasHapusA. Nilai Penyuluhan
1. Sumber Teknologi atau Ide
Pada artikel ini tidak ada sumber teknologi maupun ide yang menjadi nilai penyuluhan, karena artikel ini mengulas persepsi petani tentang peranan penyuluh dalam peningkatan produksi padi.
2. Sasaran
Sasaran pada artikel ini adalah petani di kabupaten Merangin Provinsi Jambi.
3. Manfaat
Artikel ini memberikan gambaran karakteristik petani di Merangin, Jambi berdasarkan usia, status kepemilikan lahan, tanggungan keluarga, dan tingkat pendidikan. Artikel ini juga menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi tingkat persepsi petani tentang peranan penyuluh dalam peningkatan produksi padi adalah luas penguasaan lahan dan intensitas interaksi petani dengan penyuluh.
4. Nilai Pendidikan
Tidak ada nilai pendidikan pada artikel ini karena tidak ada teknologi atau gagasan yang dikembangkan dan disampaikan untuk kemajuan petani di Merangin, Jambi.
B. Nilai Berita yang Terkandung dalam Artikel
1. Timelines
Artikel ini menyebutkan beberapa data statistik dalam kurun waktu 2 tahun terakhir.
2. Proximity
Dalam artikel ini disebutkan bahwa penyuluh melakukan interaksi dengan petani dengan pendekatan individu sehingga terdapat proximity non fisik.
3. Importance
Artikel ini berkaitan dengan kepentingan petani yaitu menggambarkan bagaimana peranan penyuluh dalam peningkatan produksi padi.
4. Development
Artikel menyangkut pembangunan pertanian di Merangin, Jambi melalui kegiatan penyuluhan pertanian guna meningkatkan produksi padi.
5. Policy
Penyuluh pertanian sebagai fasilitator dalam rangka peningkatan produksi padi sesuai dengan fungsinya dalam UU RI No. 16 tahun 2006.